WIWIN DONGENG MANAGEMENT

Thursday, August 21, 2008

Dia berbicara tentang diriku


Malam ini ada seorang bapak menemuiku untuk meminjam uang, tidak banyak hanya lima puluh ribu rupiah lantaran besok putranya hendak pergi ke Bogor dalam rangka acara sekolah. Sudah beberapa rumah didatanginya namun maksud itu tak kesampaian, mulutnya kelu. Aku mungkin keputusan terakhir yang tidak bisa ditawar lagi. Napasnya berat waktu hendak mengutarakan maksudnya. Ada semacam teriak sunyi dirongga dadanya namun kerentaan usianya tidak bisa berkompromi. Realita harus diwujudkan. Setelah terucap ada semacam kelegaan aneh yang samar tertangkap rasaku. Kepalanya tertunduk berharap jawaban positif dariku.

Bapak ini adalah seorang tukang sampah yang setiap pagi selalu meneriakkan nama anakku setiap kali hendak mengambil sampah. Serta merta pengasuh anakku bergegas keluar untuk membukakan gerbang dan mengeluarkan sampah rumah tangga kami. Masa lalunya pernah jaya ketika bekerja di hutan Kalimantan Timur. Dia seorang Foreman. Malam ini untuk yang kesekian kalinya bercerita kepadaku tentang masa mudanya yang indah. Matanya nanar seolah melihat dan merasakan masa lalunya ada dihadapannya. Tiba-tiba ceritanya meredup , tersirat ada penyesalan kenapa ia akhirnya harus hijrah ke Jakarta. Ego masa mudanya mengantarnya menuju Jakarta memburu sesuatu yang tidak diketahuinya. Kini dia dan keluarganya terdampar di kapal besar Jakarta, mengadu peruntungan namun selalu terkapar tak berdaya.

Beberapa waktu lalu si Bapak terserang stroke dan selama enam bulan pekerjaan mengambil sampah digantikan istri dan anak-anaknya secara bergantian. Namun berkat kegigihannya ia bisa sembuh walau belum total dan kini kembali menjalankan kegiatan rutinnya, memungut sampah. Ada yang lain ketika mendengar ceritanya malam ini. Dia seolah bercerita tentang diriku. Semua yang terlontar dari mulutnya adalah masa laluku. Raut mukanya adalah raut wajahku, getar suaranya adalah getar piluku. Sebuah kekalahan masa lampau yang pedihnya menusuk dasar hati yang paling dalam. Selalu muncul disaat-saat yang tidak terduga. Semua kita pasti punya masa lalu yang esensinya tidak jauh berbeda. Kepedihan itu bisa terasa begitu indah ketika kita menceritakannya kepada anak cucu kita. Namun bisa juga cerita itu menjadi sangat memilukan dan terasa pahit manakala diusia senja kita tak jua beranjak ada kemajuan secara materi dan setiap hari masih berpikir apakah besok masih bisa makan atau tidak. Untunglah kita ini adalah makhluk sosial dan Tuhan tidak akan rela mencobai kekasihnya yang selalu bermandi keringat membanting tulang demi keluarga. Selalu ada celah buat kita untuk berbagi dan merasakan kepuasan yang tulus.

Hidup selalu tidak terduga. Tuhan mengungkapkan rasa cinta lewat sesuatu yang kadang tidak kita mengerti. Ada yang mengeluh, ada yang tersenyum menjalaninya. Proses membuat kita semakin dewasa atau malah menjadi semakin egois dan rakus. Kembali pada diri masing-masing mau pilih mana buat bekal kelak saat kita pulang.

No comments: