WIWIN DONGENG MANAGEMENT

Thursday, August 28, 2008

Jadwal Imsakiyah (DKI & Sekitarnya)

JADWAL IMSAKIYAH RAMADHAN 1426 H
( Berlaku untuk DKI Jakarta dan sekitarnya )

Tanggal

Imsak

Shubuh

Dzuhur

Ashar

Maghrib

Isya

Rmd

Msh

1

5

4:10

4:20

11:43

14:47

17:49

18:58

2

6

4:10

4:20

11:43

14:46

17:49

18:58

3

7

4:09

4:19

11:43

14:45

17:49

18:58

4

8

4:09

4:19

11:42

14:44

17:49

18:58

5

9

4:08

4:18

11:42

14:43

17:49

18:58

6

10

4:08

4:18

11:42

14:44

17:49

18:58

7

11

4:07

4:17

11:41

14:44

17:49

18:58

8

12

4:07

4:17

11:41

14:45

17:48

18:58

9

13

4:06

4:16

11:41

14:46

17:48

18:58

10

14

4:06

4:16

11:41

14:46

17:48

18:58

11

15

4:05

4:15

11:40

14:47

17:48

18:58

12

16

4:05

4:15

11:40

14:47

17:48

18:58

13

17

4:04

4:14

11:40

14:48

17:48

18:58

14

18

4:04

4:14

11:40

14:48

17:48

18:58

15

19

4:03

4:13

11:40

14:48

17:48

18:58

16

20

4:03

4:13

11:39

14:49

17:48

18:58

17

21

4:02

4:12

11:39

14:49

17:48

18:58

18

22

4:02

4:12

11:39

14:50

17:48

18:58

19

23

4:02

4:12

11:39

14:50

17:48

18:58

20

24

4:01

4:11

11:39

14:51

17:48

18:58

21

25

4:01

4:11

11:39

14:51

17:48

18:59

22

26

4:00

4:10

11:39

14:52

17:48

18:59

23

27

4:00

4:10

11:39

14:52

17:48

18:59

24

28

4:00

4:10

11:38

14:53

17:48

18:59

25

29

3:59

4:09

11:38

14:53

17:48

18:59

26

30

3:59

4:09

11:38

14:54

17:49

18:59

27

31

3:59

4:09

11:38

14:54

17:49

19:00

28

1

3:58

4:08

11:38

14:54

17:49

19:00

29

2

3:58

4:08

11:38

15:55

17:49

19:00

30

3

3:58

4:08

11:38

15:55

17:49

19:00

Marhaban Ya Ramadhan


Beberapa hari lagi bulan Ramadhan segera tiba, bulan yang selalu dinanti-nanti umat Islam. Pada bulan ini umat Islam berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan dan menjalankan ibadah (ritual) secara lebih khusuk dari bulan-bulan lain. Umat Islam meyakini bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, hikmah dan pahala. Lebih lagi di bulan ini juga terdapat malam Lailatul Qadar, malam seribu bulan. Satu kesempatan emas bagi umat muslim untuk memperbaiki diri secara lahir dan batin dalam mendapatkan moment pencerahan.

Bulan Ramadhan diharapkan bisa jadi tonggak awal dalam memperbaiki diri dalam menjalani kehidupan nyata untuk waktu-waktu selanjutnya. Disini kita diharapkan bisa mengekang hawa nafsu dan kehendak kotor yang ada dalam pola pikir kita. Dengan kata lain kita diharapkan bisa menjadi diri yang lebih bersih, sejuk dan penuh dengan cinta. Menjadi sosok yang terlahir kembali.

Mengekang hawa nafsu adalah satu pekerjaan yang sangat sulit kita jalani. Sadar atau tidak selalu ada tindakan kita (semacam naluri) yang berpotensi merugikan orang lain, menyakiti hati bahkan fisik orang lain, merasa benar sendiri, merasa tak terkalahkan, merasa jadi wakil Allah di bumi bahkan menjelang Pemilu 2009 masih banyak para calon legislative dan calon presiden berlomba-lomba memperkuat posisi masing-masing dengan segala daya upaya dengan menghalalkan segala cara tanpa memperhatikan tata karma dan etika. Itulah sebabnya mengalahkan diri sendiri ditempatkan di posisi Jihad besar dan hal-hal lain seperti berperang di jalan agama dll., berada di posisi kedua sebagai Jihad Kecil.

Marilah, pada moment yang indah ini kita merubah cara pandang yang selama ini masih amburadul menjadi cara pandang yang penuh cinta, penuh toleransi dan mencerminkan saripati Al Quran dan mewujudkannya dalam tindakan nyata. Kalaupun harus turun ke jalan, sebarkan cinta kasih dan bukan terror dan nafsu amarah sehingga diharapkan tidak lagi ada kejadian sekelompok orang yang memaksakan kehendaknya dijalanan dengan dalih menghormati bulan suci yang justru malah mengotorinya. Biarkan semua terjadi secara wajar dan natural, toh itulah gunanya kita berpuasa, mengekang hawa nafsu. Bukan berarti setiap orang harus dipaksa menghormati kita (dengan menutup warung, night club, bilyard dlsb.) namun tindakan kita dimasyarakatlah yang menentukan nilai penghormatan itu sendiri, apakah kita patut dihormati atau tidak. Terlebih kita hidup dinegara yang plural, mari kita tunjukkan bahwa agama kita adalah agama yang damai, indah, penuh cinta dan rahmat bagi alam semesta. Jangan biarkan orang lari ketakutan melihat kedatangan kita tetapi justru kedatangan kita menjadi yang selalu ditunggu-tunggu dan kehadirannya bisa membuat orang lain aman dan tenteram.

Selamat berpuasa, semoga di bulan yang penuh berkah dan hikmah ini kita bisa menjadi inspirasi, penerang dan damai bagi bangsa Indonesia yang tercinta. Amien.

Tuesday, August 26, 2008

Nyaris Tewas 1


Pada tahun 1996, aku menyewa sebuah kapal motor bernama Prima Jaya 3, dari Pontianak menuju Jakarta. Saat itu aku adalah pedagang buah kelapa yang komoditinya aku borong dari daerah Jeruju Besar, Tanjung Saleh dan sekitarnya (daerah Kalimantan Barat)untuk dijual ke Pasar Induk Kramat Jati Jakarta. Waktu itu aku membawa sekitar 18.000 buah kelapa. Selain itu juga membawa puluhan lukisan karya pak Agus (seorang pelukis asal Pontianak) untuk dititipkan pada salah satu gallery yang juga ada di Jakarta. Sebagai pemilik komoditi, aku ikut kapal untuk menjaga jangan sampai terjadi sesuatu atasnya. Sekitar pukul 1 siang dibulan Oktober 1996 (aku lupa tanggalnya) kapal perlahan melaju. Aku masih sempat melihat istri dan anakku melambaikan tangan dari kejauhan. Entah kenapa kali itu aku merasakan satu kerinduan yang aneh pada mereka, padahal kapal baru saja lepas dari pelabuhan. Dadaku berdegup tak beraturan dan tanpa terasa air mataku menetes. Padahal ini bukan pertama kalinya aku meninggalkan mereka. Aku balas lambaian tangannya, lemah.

Biasanya aku mengirim buah kelapa dengan menggunakan jasa PT Soppeng Pontianak dan komoditi dikirim via Kapal Samudera Indonesia serta dikemas dalam sebuah Container 20 feet. Namun karena seorang nahkoda kapal yang sekaligus kawan dari Malang menawarkan kapalnya buat mengangkut buah kelapaku, aku langsung menyetujui untuk menghindarkan kerugian dipihaknya karena kapalnya belum penuh dan dia harus segera berangkat ke Jakarta.

Awalnya semua berjalan lancar. Satu hari yang indah, laut tenang, ufuk kemerahan dan lumba-lumba mengiringi kepergianku. Seharian bermalas-malasan, makan dan baca buku. Awak kapalnya baik-baik, mereka bercengkerama dan bercanda seperti keluarga. Aku punya 2 orang teman seperjalanan, yang satu pedagang jeruk sambal khas Pontianak, dia berasal dari Medan. Dan satu lagi seorang penumpang asal Pontianak keturunan Tionghoa yang hendak ke Jawa untuk menengok istrinya yang asal Yogjakarta hendak melahirkan. Dalam satu hari perjalanan kami menjadi sangat akrab dan untuk sementara perasaan galau diawal perjalanan bisa aku tepis.

Hari kedua perjalanan mulai ngadat, kapal mulai sering mogok namun para ABK selalu menghiburku dan mengatakan hal seperti ini sudah biasa mereka jalani. Aku yakinkan diriku bahwa ‘everything it’s ok’. Toh para ABK sejauh ini juga sehat-sehat saja setelah bertahun-tahun berlayar bersama kapal ini. Sore hari hujan angin mulai menyambangi namun Alhamdulillah malam hari hujan reda. Tengah malam kapal mogok lagi.

Hari ketiga adalah hari yang sangat berat. Pasalnya kapal mogok lama sekali dan cuaca mulai tidak bersahabat. Langit mulai gelap, petir menyambar-nyambar dan gelombang laut menggila. Kami tidak bisa lagi makan dengan nyaman, kalau nggak makanan tumpah karena liukan kapal juga makanan yang sudah kami telan pasti keluar lagi dalam bentuk muntahan. Seharian aku muntah beberapa kali hingga tersisa hanya air pahit yang keluar dari mulutku. Baru kali ini aku merasakan mabuk laut setelah bertahun-tahun aku menjalani hari-hariku pulang balik Jawa Kalimantan. Malam hari keadaan semakin bertambah berat, kapal oleng tidak tentu arah dan mulai miring ke kanan. Nahkoda datang menemuiku untuk minta maaf dan sekaligus minta ijin untuk membuang ke laut sebagian buah kelapaku. Sambil tersenyum aku persilahkan kepada para ABK melaksanakan perintah sang nahkoda. Perut yang sedari tadi serasa dikocok-kocok kini bertambah mulas lantaran kerugian yang pasti ada didepan mata. Pukul 3 dini hari kondisi bukannya membaik malah semakin memburuk, kapal semakin miring kekanan. Salah seorang ABK tergopoh-gopoh lari ke atas geladak dan berteriak, “ruang mesin bocor !!!”. Untuk sesaat bulu kudukku meremang, pikiran berputar-putar berkecamuk tidak tentu arah. Pandangan kosong. Tiba-tiba teman Tionghoaku mengagetkanku dengan menyodorkan sebuah rompi penyelamat. Sekilas aku lihat para ABK menembakkan beberapa tembakan SOS namun aku tidak yakin akan ada yang melihat tanda-tanda tersebut. Yang lebih gila lagi ternyata radio panggil yang ada dalam kondisi rusak. Wow …. Untuk sesaat aku pandangi barang-barangku dan meninggalkannya.

Sekitar pukul 4 pagi nahkoda memerintahkan kami melompat ke laut. Kemiringan kapal sudah tidak dapat ditoleransi lagi. Kami dibagi-bagi dalam beberapa kelompok yang akan berpegangan pada pelampung dan jerigen kosong. Setiap kelompok ada 5 sampai 6 orang. Kami dibagi dalam 3 kelompok. Seorang koki yang kebetulan waria tidak berani melompat ke laut dan bertekad bertahan di kapal. Kami hanya memandangi ketakutan si koki yang semakin lama semakin jauh terlihat. Gelombang laut seperti marah, diayun-ayunkannya kami kesegala arah. Berkali-kali nyawaku seperti mau tercerabut keluar dari raga lantaran hempasan gelombang yang mencapai 6 meter, mirip seperti naik roller Coaster di Dufan. Keadaan diperparah dengan guyuran hujan yang sangat lebat. Lengkap sudah derita ini.

Siang hari hujan masih mengguyur, kami masih sempat bergurau dan tertawa-tawa. Lama-kelamaan senyap, masing-masing bermain dalam imajinasi berbeda. Jarak setiap kelompok semakin jauh dan akhirnya hilang dari pandangan mata. Untuk sesaat ada secercah harapan, di kejauhan tampak 2 kapal melintas, terlihat sebesar buah apel. Dengan semangat ‘45 kami melambai-lambai dan berteriak meminta pertolongan. Lantaran jarak yang jauh harapan tinggal harapan dan kesunyian kembali menyelimuti kami lagi. Tersisa hanya tenggorokan yang kering dan serak.

Beberapa kali aku sempat tertidur karena keletihan namun aku berusaha untuk selalu melek. Seandainya harus mati aku mau dalam kondisi terjaga, bukan dalam kondisi tertidur. Aku teringat sempat menyelamatkan tas kecil yang berisi beberapa roti manis dan “teman-teman seperjalanan” yang sudah pada kelaparan mulai bersemangat lagi. Namun ketika roti kami makan bukan kenikmatan yang diperoleh malah tenggorokan semakin tercekik. Dengan berat hati kami buang roti-roti tersebut. Kembali kami dalam lamunan dan perut kosong.

Hari kedua terapung di laut adalah hari yang terindah dalam hidupku. Kapal tanker yang melintas jauh yang kami kira tidak melihat keberadaan kami ternyata berputar berbalik arah dan mengarah ke kami. Dengan sebuah perahu motor yang aneh bentuknya, berbentuk bulat dan tertutup (maklum baru kali itu melihat prototype perahu penyelamat seperti itu) kami berlima dimasukkannya. Kapal “De Ja Bum” namanya, sebuah kapal tanker asal Thailand yang baru dari Jakarta hendak menuju Korea Selatan yang berjasa kepada kami. Digeladak kapal kami spontan saling berpelukan. Tangis dan tawa bercampur menjadi satu. Hari itu juga kami ikut kapal tersebut dan diturunkan di Singapore.

Keesokan harinya setelah dirawat seperlunya disebuah rumah sakit, kami dititipkan kapal tanker asal Indonesia (aku lupa namanya) menuju Jakarta. Di Jakarta kami di terima petugas pelabuhan dan diketemukan dengan beberapa wartawan cetak dan elektronika. Aku membayangkan diriku muncul di berita sore dan tampak seperti pengungsi Vietnam yang waktu itu sering terdampar di Indonesia. Namun hanya ada satu kata yang terucap lirih dari peristiwa ini, yaitu “bersyukur”.

Sebagai catatan, dalam kondisi seperti tertulis di atas, batas antara hidup dan mati jadi sangat tipis. Sampai sekarang aku masih tidak percaya dengan peristiwa ini. Pada saat membayangkan kembali malah justru seperti menonton sebuah film atau seperti kita melamun. Tidak terasa sama sekali sebagai sebuah realita. Aku seakan-akan diletakkan dalam sebuah wadah besar yang menjagaku dari tenggelam atau celaka dimangsa ikan hiu. Tidak pernah terlintas sedikitpun perasaan was-was atau takut, yang ada kepasrahan dan hati yang tenang. Inilah buah dari kekuatan doa. Doa dari orang yang hopeless mungkin lebih bertuah dari pada doa-doa yang kita panjatkan sehari-hari yang kadang hanya sebagai kerutinan selepas sholat. Dalam hidup kita mesti punya sebuah keyakinan, tanpanya kita jadi lemah, tanpa arah dan tanpa tujuan.

Sebuah peristiwa bisa jadi mendewasakan kita atau justru membuat kita semakin sibuk menyalahkan kanan-kiri demi sebuah pembenaran pribadi. Seburuk apapun sebuah kejadian yang menimpa kita bukanlah sebuah kebetulan belaka melainkan semacam pelajaran yang akan memperkuat kepribadian dan cara pandang kita ke depan.

Setelah 12 tahun peristiwa di atas tiba-tiba saja aku teringat peristiwa tersebut dan berusaha mengingat teman-teman ABK, pedagang jeruk sambal dan teman Tionghoaku. Entah dimana mereka sekarang berada. Harapanku semoga mereka bisa menjalani kehidupan dengan lebih baik setelah peristiwa itu. Kokiku yang malang aku mendengar berita tentang tewasmu, semoga Tuhan menerimamu sebagai seorang pelaut sejati yang rela mati demi sebuah tugas dan pengabdian. Khusus buat Mr. Nahkoda dan teman-teman ABK, teruslah berlayar, hidup dan matimu ada di lautan, teruslah berjaya di laut seperti masa lampau. Negeri ini membutuhkan orang-orang sepertimu, penjaga kedaulatan negeri.

Friday, August 22, 2008

Metamorphosa


Arifien Neif, seperti kita ketahui adalah seorang pelukis yang karya-karyanya telah mendunia. Pameran demi pameran (antara lain: Jakarta, Singapore, USA, dll.) telah ia lalui dengan sukses. Para kolektor banyak memburu lukisannya sebagai investasi jangka panjang. Bahkan di rumahnya kita tidak bisa mendapati koleksi karyanya karena begitu rampung langsung diambil pihak Gallery. Lukisan-lukisannya dihargai puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Arifien Neif adalah kebanggaan dan asset bangsa.

Pada tulisan ini saya tidak hendak mengulas gaya lukisan atau kualitas pewarnaan seorang Arifien namun ingin menyoroti sosok pribadinya yang jarang diulas kurator seni. Dimata saya sosok Arifien adalah sosok pejuang sejati. Didadanya tidak ada kata menyerah, perjuangan dihayati sebagai sebuah pencarian jati diri menuju pendewasaan yang akan berakhir pada sebuah pencerahan hakiki. Perjuangan hidup yang keras dan panjang dia lalui dengan elegan. Kini secara materi dia sudah mengenyam buah manisnya. Dari segi pendewasaan pribadi Arifien Neif ibarat ilmu padi, semakin tua semakin merunduk (low profile).

Arifien Neif, yang biasa saya panggil mas Arifien hijrah dari kampung halamannya di Surabaya pada era 70an. Berbekal ransel berisi beberapa pakaian dan pensil, dia mencoba peruntungan di kota Jakarta. Sukses di Jakarta ternyata tidak seperti membalik telapak tangan. Lebih dari empat belas tahun seorang Arifien terlunta-lunta di kota metropolitan. Sehari bisa makan sekali saja sudah merupakan berkah tak terhingga. Setiap malam selalu mengais remah-remah makanan sisa pengunjung restoran. Sahabatnya adalah seekor anjing yang selalu setia menemaninya makan malam di tong sampah. Tangis dan tawa bagi seorang Arifien mungkin samar batasnya namun dia masih punya satu harapan tersisa, yaitu sebuah mimpi. Dan ia memperjuangkan mimpi tersebut.

Bagi saya Arifien Neif adalah seorang maestro kehidupan. Dia mempunyai kemauan dan keyakinan sekeras batu karang. Tekadnya tidak mudah dibengkokkan oleh situasi dan kondisi yang tidak bersahabat. Dia yakin akan jalan yang hendak dilalui, lantas menapaki, menerjang onak duri yang menghadang dan akhirnya sampai ditujuan yang diharapkan. Yang mahal sebagai ilmu adalah prosesnya dan akan selalu bisa kita jadikan inspirasi bagi proses hidup kita masing-masing.

Arifien Neif adalah sosok pejuang modern. Seorang yang tidak pernah cengeng menghadapi setiap permasalahan apalagi mengemis-ngemis tentang hak. Arifien Neif berjalan sunyi sendiri dalam hingar bingar Jakarta yang tidak pernah tidur. Dalam kondisi negeri yang terpuruk dan angka pengangguran yang mencengangkan kiranya kita bisa berkaca pada kehidupan Arifien Neif. Kita tidak harus berakhir seperti dia namun yang penting kita teladani adalah prosesnya. Ibarat proses kepompong menjadi kupu-kupu, Arifien Neif telah bermetamorphosis dari no body menjadi some body.

Thursday, August 21, 2008

Dia berbicara tentang diriku


Malam ini ada seorang bapak menemuiku untuk meminjam uang, tidak banyak hanya lima puluh ribu rupiah lantaran besok putranya hendak pergi ke Bogor dalam rangka acara sekolah. Sudah beberapa rumah didatanginya namun maksud itu tak kesampaian, mulutnya kelu. Aku mungkin keputusan terakhir yang tidak bisa ditawar lagi. Napasnya berat waktu hendak mengutarakan maksudnya. Ada semacam teriak sunyi dirongga dadanya namun kerentaan usianya tidak bisa berkompromi. Realita harus diwujudkan. Setelah terucap ada semacam kelegaan aneh yang samar tertangkap rasaku. Kepalanya tertunduk berharap jawaban positif dariku.

Bapak ini adalah seorang tukang sampah yang setiap pagi selalu meneriakkan nama anakku setiap kali hendak mengambil sampah. Serta merta pengasuh anakku bergegas keluar untuk membukakan gerbang dan mengeluarkan sampah rumah tangga kami. Masa lalunya pernah jaya ketika bekerja di hutan Kalimantan Timur. Dia seorang Foreman. Malam ini untuk yang kesekian kalinya bercerita kepadaku tentang masa mudanya yang indah. Matanya nanar seolah melihat dan merasakan masa lalunya ada dihadapannya. Tiba-tiba ceritanya meredup , tersirat ada penyesalan kenapa ia akhirnya harus hijrah ke Jakarta. Ego masa mudanya mengantarnya menuju Jakarta memburu sesuatu yang tidak diketahuinya. Kini dia dan keluarganya terdampar di kapal besar Jakarta, mengadu peruntungan namun selalu terkapar tak berdaya.

Beberapa waktu lalu si Bapak terserang stroke dan selama enam bulan pekerjaan mengambil sampah digantikan istri dan anak-anaknya secara bergantian. Namun berkat kegigihannya ia bisa sembuh walau belum total dan kini kembali menjalankan kegiatan rutinnya, memungut sampah. Ada yang lain ketika mendengar ceritanya malam ini. Dia seolah bercerita tentang diriku. Semua yang terlontar dari mulutnya adalah masa laluku. Raut mukanya adalah raut wajahku, getar suaranya adalah getar piluku. Sebuah kekalahan masa lampau yang pedihnya menusuk dasar hati yang paling dalam. Selalu muncul disaat-saat yang tidak terduga. Semua kita pasti punya masa lalu yang esensinya tidak jauh berbeda. Kepedihan itu bisa terasa begitu indah ketika kita menceritakannya kepada anak cucu kita. Namun bisa juga cerita itu menjadi sangat memilukan dan terasa pahit manakala diusia senja kita tak jua beranjak ada kemajuan secara materi dan setiap hari masih berpikir apakah besok masih bisa makan atau tidak. Untunglah kita ini adalah makhluk sosial dan Tuhan tidak akan rela mencobai kekasihnya yang selalu bermandi keringat membanting tulang demi keluarga. Selalu ada celah buat kita untuk berbagi dan merasakan kepuasan yang tulus.

Hidup selalu tidak terduga. Tuhan mengungkapkan rasa cinta lewat sesuatu yang kadang tidak kita mengerti. Ada yang mengeluh, ada yang tersenyum menjalaninya. Proses membuat kita semakin dewasa atau malah menjadi semakin egois dan rakus. Kembali pada diri masing-masing mau pilih mana buat bekal kelak saat kita pulang.

Wednesday, August 20, 2008

Pluralisme Religius


Pluralisme (terutama pluralisme religius) akhir-akhir ini mendapat beberapa perlawanan fisik secara terbuka oleh kelompok yang mengatasnamakan agama tertentu. Kata Plural seakan hantu yang harus dimusnahkan dari bumi. Faham militant yang menganggap keyakinan tertentu adalah yang absolute semakin mengedepan dan tanpa banyak mendapat perlawanan. Faham selain keyakinan mereka adalah haram dan harus dimusnahkan eksistensinya. Ada semacam ketakutan yang tidak jelas dari beberapa kelompok yang merasa bahwa pluralisme adalah ancaman yang bisa menggoyang keberadaannya.

Perlu diingat bagi mereka, ini Indonesia bung ! Negeri yang sudah mencanangkan Bhineka Tunggal Ika sebagai landasan berdirinya. Negeri ini berdiri dan didirikan dari berbagai macam golongan suku, agama, faham yang berbeda. Ini harga mati. Menghancurkannya berarti melawan bangsa Indonesia yang majemuk.

Penulis merasa gerah dan bingung, landasan kitab suci mana yang dijadikan patokan oleh mereka. Atau mungkin lembar surat Al-Maidah mereka sobek dan hilang. Perlu diingatkan mereka tentang isi Quran dalam surat Al Maidah yang mengatakan : "Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja). Tapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan." Bahkan dikatakan juga bahwa surga dijanjikan untuk mereka yang percaya kepada Allah dan hari akhir serta yang melakukan kebajikan. Jadi semua tergantung pada bagaimana sikap dan perilaku kita di dunia. Bagaimana kita seharusnya memperlakukan orang lain. Hal ini mempertegas bahwa surga bukan monopoli kaum muslim.

Marilah wahai siapa saja yang mengaku Warga Negara Indonesia, kita yang terdiri dari berbagai macam aliran (isme) yang berdiri di tanah yang sama hendaknya berkaca (introspeksi), berpikir dan bernalar dengan hati yang bening dan bersih tentang asal muasal dan tujuan hidup. Kita sekejap saja hidup didunia ini. Kita pasti tidak ingin menghadap sang Khaliq dalam keadaan compang-camping dan berdarah-darah. Bacalah kitab suci dengan cinta dan bukan dengan nafsu amarah.

Pluralisme religius adalah ibarat “banyak jalan menuju Roma”. Kalau kalian mau berjalan di jalan yang kalian yakini silakan saja. No problem. Yang penting jangan sibuk menjegali orang yang berjalan dijalan lain (berbeda). Aku Khawatir kalian akan terkejut suatu saat mendapati diri kalian sama sekali belum beranjak menuju tanah yang dijanjikan (sorga) lantaran kita terlalu sibuk membuat halang rintang dijalanan orang lain. Capek deh ….

Menuju Bangsa Mandiri


Pada situasi perekonomian yang tidak menentu kondisi masyarakat menengah ke bawah semakin kembang kempis. Belum lagi PHK dan sulitnya cari kerja merata diseluruh negeri membuat masyarakat usia produktif jadi pengangguran intelek. Akibatnya stress dikalangan muda meningkat. Mereka tidak mendapat saluran bagi kemampuan dan jerih payahnya. Namun betapa teganya pemerintah dalam kondisi seperti ini berani mengklaim kenaikan ekonomi makronya diidentikkan dengan kesejahteraan masyarakat. Ini adalah hal yang berbeda sama sekali. Kenaikan ekonomi makro tidak bisa dihubungkan dengan perekonomian mikro. Kita tidak boleh memandang sebelah mata realitas yang terjadi dimasyarakat. Grass Root tidak terpengaruh dengan ekonomi makro, yang ada malah semakin tercekik lantaran imbas kenaikan BBM tempo hari.

Sudah saatnya pemerintah merubah cara pandang dan cara kerjanya. Buat program-program padat karya dengan memberdayakan kalangan muda. Pemerinah mesti jeli melihat kalangan muda yang ada sebagai potensi kekuatan ekonomi dan ketahan bangsa, bukan sebagai beban yang harus dijauhi dan disembunyikan dari masyarakat dan dunia.

Ironisnya kita tidak bisa berharap banyak pada pemerintahan sekarang maupun yang akan datang karena mereka masih akan berjuang bukan untuk bangsa melainkan untuk kepentingan golongan dan kekuasaannya kedepan. Kita musti survive untuk memperkokoh pijakan ekonomi masing-masing dan jangan mengharapkan kucuran dana dari pemerintah karena itu tidak akan mungkin terjadi untuk waktu dekat ini.

Wahai kaum muda, kita juga harus mulai merubah cara pandang kita tentang “bekerja”. Bekerja tidak harus disebuah instansi atau BUMN atau apapun namanya. Bekerja dan berkarya bisa kita lakukan dimana saja dengan memanfaatkan apa saja yang kita prediksi bisa mempunyai nilai jual. Jangan lagi malu dengan tingkat pendidikan yang kita peroleh karena bekerja tidak sesuai levelnya. Malah justru bagi kaum muda yang berpendidikan tinggi seharusnya bisa menjadi inspirator bagi yang lain. Syukur-syukur bisa menciptakan lapangan kerja bagi orang lain. Percayalah bahwa suatu usaha tidak harus dengan mengeluarkan modal yang besar. Segala hal bisa kita lakukan dari hal-hal kecil disekeliling kita dan potensi yang sudah kita punya. Perpaduannya bisa menghasilkan sesuatu yang tidak pernah kita pikirkan sebelumnya. Tentu saja semua tidak bisa seperti membalik telapak tangan. Butuh perjuangan dalam pelaksanaannya. Kata kuncinya sederhana saja, yaitu berusaha, berusaha dan berusaha. Jangan pernah mundur bila belum berhasil.

Ada banyak contoh usaha yang tidak memerlukan modal besar, diantaranya adalah dengan memanfaatkan internet. Ratusan bahkan ribuan cara untuk bisa menghasilkan uang dari internet. Melakukannya tidak harus punya computer sendiri. Sekarang warnet menjamur dimana-mana. Perkaya wawasan kita tentang teknologi ini karena kita berinteraksi tidak hanya dengan masyarakat Indonesia saja tetapi masyarakat global. Atau bisa juga kita bekerja dengan memanfaatkan barang-barang bekas. Perhatikan banyak contoh orang-orang sukses karena berkutat dengan sampah setiap hari. Ayo kaum muda tunjukkan tingkat intelektualitas kita. Tunjukkan pada dunia bahwa kita mampu sejajar dengan mereka.

Monday, August 18, 2008

Langit makin mendung



Apakah benar bangsa kita adalah bangsa besar? Apakah benar bangsa kita adalah bangsa yang mengedepankan kebersamaan dan gotong royong? Apakah benar bangsa kita adalah bangsa yang mempunyai toleransi tinggi demi sebuah persatuan? Jawabnya, aku meragukan semua itu.

Pada saat masih kecil aku melihat (dalam jangkauan yang sangat terbatas) dan mendengar banyak doktrin yang mengatakan bahwa negara kita adalah Negara yang gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja. Namun kini aku meragukan (lagi-lagi meragukan) setelah melihat kenyataan yang ada di lapangan. Gemah ripah iya namun hanya untuk segelintir golongan masyarakat dan investor asing. Apalagi sejahtera, masih akan jauh dari jangkauan masyarakat kebanyakan. Mungkin sekarang semakin jauh dari harapan tersebut. Era reformasi yang diharapkan berbuah pemerataan rejeki ternyata tidak terbukti. Para pejabat dan politisi yang diharapkan bisa membawa angin perubahan malah tidak terkendali dalam melakukan korupsi. Etika tidak lagi sakti. Mereka berlomba-lomba memperkaya diri sendiri dan golongan mumpung masih ada kesempatan. Yang jujur hancur terlindas keserakahan membabi buta.

Tanda-tanda jaman mulai muncul namun dipersetankan. Alam hancur, perekonomian hancur, masyarakat kecil hancur, pendidikan hancur. Tidak ada lagi yang tersisa dari semangat kebangkitan nasional. Pemimpin besar yang dijanjikan tak jua muncul. Yang terjadi malah wolak waliking jaman. Yang benar jadi salah, yang salah jadi benar. Kasus Lapindo, kasus pahlawan reformasi, kasus Munir, kasus BLBI, kasus PSSI dan kasus-kasus lainnya semua jadi terbolak balik. Tanda-tanda keadilan semakin jauh. Hidup jadi tidak menentu. Tidak lagi ada kepastian dalam segala bidang. Langit semakin muram.

Pada saat semua Negara mulai berbenah setelah krisis moneter, Indonesia justru semakin terpuruk. Semua pemimpin mengobral janji tentang keberhasilan namun bungkam ketika menjabat. Nafsu akan kekuasaan membutakan mereka. Bukan lagi tanggung jawab jadi dasar namun keserakahan jadi motivasi.

Rakyat semakin tercekik oleh keadaan. Penghasilan tidak menentu sedang harga-harga pokok semakin melambung dengan pasti. Rakyat tidak berdaya. Kemiskinan bertambah. Anak-anak dibawah umur semakin banyak turun kejalan untuk membantu orang tua mereka mencari nafkah. Namun kepengecutan atau ketidakberdayaan lagi-lagi diperlihatkan para penguasa. Bukannya diayomi, mereka malah dikejar-kejar dan dibatasi ruang geraknya dijalanan. Perda pelarangan mengamen, mengasong pun mulai bermunculan. Rakyat semakin sulit bernafas. Konstitusi yang menjamin para fakir miskin dan anak yatim dilindungi Negara jadi jargon kosong. Cuma bahan pelengkap pelajaran sekolah.

Ketika lowongan kerja semakin terbatas (diantaranya banyak investor lari karena tidak adanya kepastian hukum yang melindungi mereka dari iklim berinvestasi), masyarakat yang punya sedikit kemampuan mulai survive dengan berusaha secara mandiri. Mulai dari menjadi Pedagang Kaki Lima sampai dengan merangkai bunga mereka kerjakan. Yang penting dapur ngebul, dandang tidak terguling. Apapun asal halal, the show must go on. Namun apa yang terjadi? Apakah mereka mendapat bantuan kredit lunak? Apakah mereka mendapat bimbingan dari departemen terkait? Apakah mereka mendapat lokasi strategis dari pemerintah demi perkembangan usahanya? Tidak!!! Mereka malah dibasmi, dihancurkan keberadaannya. Penggusuran yang kita kira tidak bakal ada lagi diera reformasi malah marak dimana-mana. Di Jakarta yang merupakan pintu gerbang Indonesia tidak lagi malu-malu melakukan kebijakan barbar tersebut. Tidak lagi ada kompromi, tidak lagi ada dialog. Yang ada hanya satu kata, GUSUR!!!. Lebih ironis lagi rakyat disatu pihak dalam hal ini pedagang dibenturkan dengan sesama rakyat yang lain dalam hal ini petugas Trantib. Sementara itu pemodal kuat ramai-ramai menjajah dengan ide konsumerisme yang dikemas amat memikat. Carefour, Giant, Super Mall muncul bak jamur dimusim hujan. Masyarakat dinina bobokan. Uang masyarakat tersedot habis namun tetap tersenyum karena merasa diorangkan, dilayani dengan manusiawi dan tempat ber”AC”. Semua sama-sama mahfum. Selamat datang dipasar-pasar modern. Good Bye pasar-pasar tradisionil yang kumuh. Ketika tengadah ke langit aku melihat langit semakin gelap.

Mengamati segala kemungkinan yang akan dan bakal terjadi, dadaku berdegup kencang. Seakan berjalan disebuah labirin, kita tidak tahu apa yang terjadi di depan. Semua berubah dengan cepat. Masyarakat belum lagi sempat teriak, sudah muncul hal baru yang semakin memuakkan. Hari-hari belakangan ini kita mendengar kabar BBM akan naik bulan depan. Aku tidak lagi bisa berfikir dengan jernih. Tanganku terasa kelu, jari-jariku sulit menghitung beban tagihan yang mesti harus dibayar. Mataku berkunang-kunang. Samar-samar antara sadar dan tidak, kudengar hujan turun dengan lebat di luar. Kilat dan petir bersaut-sautan. Langit pekat.

Kampung Tengah, 13 Mei 2008
01.00 wib