WIWIN DONGENG MANAGEMENT

Tuesday, April 21, 2009

KACAMATA BUAT ANGGIE


Anggie, hari ini kamu boleh tersenyum bahagia

karena Sabtu depan duniamu tak lagi buram, tak lagi muram.

Tertawalah lepas Anggie ku sayang,

dunia warna-warni tidak lagi hanya dimimpi, dia hadir menemani hari-harimu

Dan lihat kehidupan disekitarmu, semua menghampiri, semua menyapa.

Apa kabar Anggie ?

Puisi pendek diatas kutulis mewakili rasa bahagia Anggie dan keluarganya. Kami terharu sekaligus bahagia bisa menjadi bagian dari prosesi kebahagiaan itu sendiri. Kami bangga bisa mewakili para sahabat yang telah dengan tulus membantu dalam mewujudkan mimpi-mimpi Anggie selama ini. Sekali lagi, terima kasih yang sebesar-besarnya buat para sahabat atas perhatian kalian. Kiranya Tuhan akan tersenyum bangga dengan ketulus ikhlasan kalian.

Hari ini Anggie (usia 7 tahun) sudah menjalani beberapa kali pemeriksaan di Rumah Sakit Marinir Cilandak dan di Optic Melawai. Hasilnya mata kanan Spher : -3; Cyl : -3; Axix : 180. Mata Kiri : Spher : -3; Cyl : -4; Axix 180. Hari Sabtu malam kacamata Anggi sudah bisa diambil.

Akhir kata, semoga moment ini tidak berhenti sampai disini melainkan justru menjadi tonggak awal dalam proses bertoleransi dan berempati terhadap saudara-saudara kita yang belum diberi keberuntungan dalam hidup. Marilah berbagi ….


Kampung Tengah, 21 April 2009

Monday, April 20, 2009

Kacamata baru untuk murid baru


Minggu ini kelompok belajar bahasa Inggris lebih meriah dibanding minggu-minggu sebelumnya. Ada beberapa orang tua yang mengantar anaknya untuk mengikuti kegiatan kami. Suasana sangat ramai dan hangat. Melihat kondisi tersebut kami sangat bahagia sekali. Ternyata kegiatan yang sudah berjalan sekitar 3 tahunan ini mendapat respons yang baik dari anak-anak yang tinggal disekitar Ciganjur. Antusiame anak-anak begitu kental terasa dan bagi yang mengikuti secara rutin kegiatan ini kini mulai menampakkan hasilnya.

Ketika sedang sibuk mempersiapkan absen dan bahan pelajaran tiba-tiba ada seorang bapak muda menghampiri kami & memperkenalkan diri. Si bapak muda ini mengantar 2 orang murid baru, keduanya perempuan berumur sekitar 8 atau 9 tahun. Yang seorang adalah putrinya dan seorang lagi keponakan. Kedua anak ini ternyata mempunyai problem yang sama dengan mata. Yang satu berkacamata tebal sedang yang satu lagi belum. Bapak tersebut menjelaskan bahwa sang keponakan belum periksa mata karena alasan biaya. Akhirnya si anak harus duduk di deret paling depan karena semua benda dan temannya akan tampak seperti bayangan pada jarak 2 meter. Keinginannya mengikuti kegiatan ini sudah lama ingin diikuti namun karena alasan penglihatan dan perasaan rendah diri dengan kondisinya membuat mereka selalu menunda-nunda hasratnya. Pagi ini mereka nekad mendatangi kegiatan kami dan mengesampingkan alasan-alasan di atas. Sungguh pemandangan yang mengharukan. Dengan kondisi fisik dan ekonomi yang terbatas tidak menyurutkan antusiame mereka dalam belajar.

Dunia kecil komunitas belajar bahasa inggris ini seakan gambaran realita bangsa ini. Kemiskinan yang semakin meningkat dan ketidakacuhan disekelilingnya yang semakin menggila membuat semakin kecilnya kemungkinan terjadinya titik temu diantara keduanya. Mereka berjalan didunianya masing-masing seolah-olah everything’s well done. Tadi malam aku semakin prihatin ketika seorang teman melempar sebuah tema di facebook tentang kemiskinan yang dilihat di depan matanya dengan harapan mendapat respons positif dari pembaca namun yang terjadi malah sebaliknya. Respons yang datang malah seakan memojokkan si miskin. Ada yang berpendapat kenapa tidak bertani saja di desa mereka masing-masing. Ada juga yang mengatakan siapa suruh datang ke Jakarta dan beberapa pendapat lain yang miring terhadap si miskin. Mungkin yang berpendapat adalah orang yang berpendidikan tinggi dengan kondisi ekonomi lebih dari cukup atau bahkan tidak pernah merasakan bagaimana rasanya menjadi miskin atau dimiskinkan oleh sebuah system dan tatanan hukum yang tidak memihak mereka. Mungkin yang berpendapat adalah orang yang tidak pernah merasakan sebagai buruh kecil yang di phk sementara kebutuhan keluarga tidak bisa ditunda tunda. Berbicara tentang kemiskinan sangat kompleks & rumit. Ibarat mengurai benang kusut kita bingung mau memulai dari mana. Yang mereka butuhkan bukan perdebatan melainkan solusi.

Malam ini aku dan istri merasakan keresahan yang sama. Kami bicara untuk mencari solusi demi mendapatkan sebuah kacamata bagi si murid baru. Berhubung kami adalah keluarga dengan penghasilan yang tidak besar maka perlu dicarikan alternative terbaik. Akhirnya diputuskan bahwa mulai hari ini kami mesti memotong uang belanja untuk disisihkan sampai dengan hari minggu depan. Dengan jalan apapun kami harus mendapatkan sebuah kacamata buatnya. Kami ingin tetap menjaga semangatnya yang menyala-nyala agar tidak padam. Kami ingin memberikan surprise baginya. Kami hanya ingin mengatakan bahwa kami juga mencintainya. Kami ingin melihat sebuah kebahagiaan tulus si anak ketika minggu depan bisa melihat dengan jelas dunia disekitarnya.

Menjelang pagi diskusi kecil ini pun berakhir. Kami berdua berpelukan dan kurasakan air mata istriku menetes dengan hangat didadaku. Air mata bahagia. Sejurus kemudian kami tertidur dengan pulas karena sebuah problem solved.

Kampung Tengah, 20 April 2009

Friday, April 17, 2009

Apa kabar pak Suharta ?



Pak Suharta

Hari-harimu mengukur panjang jalanan

Berharap sebuah atau lebih kemungkinan

Berharap ada berkah dan kegembiraan.


Pak Suharta

Banyak tempat sudah dilabuh

Banyak watak sudah ditemu

Membentuk watak memperkaya batin

Hati yang lapang


Pak Suharta

Berminggu kau tinggalkan kampung

Berbulan kau tinggalkan anak dan istri

Demi sebuah harapan baru

Demi hidup yang lebih baik


Hari terus berjalan bersalip dengan hitungan angka tak menentu

Namun tak ada jalan lain selain terus melangkah dan menjaja

Kehidupan yang keras bukan sebuah alasan buat menyerah

Melainkan cambuk pemacu diri …


Hari berlalu silih berganti

Hujan dan terik jadi teman beriring

Sepanjang jalan nyanyikan tembang dolanan

Seakan berbunyi “beli aku … beli aku …”


sementara itu jalanan semakin padat

lalu lalang pejalan bak air bah

kepala pak Suharta semakin pening semakin bising

berjalan gontai

sendiri

sunyi


Kampung tengah, 17 April 2009