WIWIN DONGENG MANAGEMENT

Tuesday, January 27, 2009

Pulang ke rumahMu




Siang di hari Minggu udara sejuk berawan angin bertiup sepoi–sepoi, aku bersama istri dan anakku berwisata ke kebun binatang Ragunan. Memasuki kawasan kebun binatang kita seolah dibawa kealam berbeda dari keseharian kota Jakarta yang pengap dan sesak. Sejenak kita melupakan hiruk pikuk kesibukan lalu lintas yang tidak pernah berhenti menderu-deru memburu entah apa yang diburu sekaligus semacam peringatan buat semua bahwa kita butuh tempat bernapas.

Selama ini kehidupan seakan hanya kerutinan yang berkonotasi materi dan materi. Kita berlari kesana kemari tak menentu demi uang, demi kebutuhan duniawi semata. Kita bahkan terjebak dibelantara waktu yang ketat dan sempit, 24 jam seakan tidak cukup demi sebuah pencarian materi. Mengingatkanku pada koloni semut yang berlari kesana kemari entah untuk apa, mungkin untuk makanan yang mereka kumpulkan. Bahkan agama yang seharusnya menjadi makanan rohani berujung pada bisnis dan kerutinan yang kering. Kita kehilangan jati diri. Kita tersesat di belantara beton yang tak berhati dan kita sunyi sendiri dalam hingar bingarnya.

Di sini, di Ragunan kita bisa berbicara dengan hati pada lingkungan yang asri, pada kerinduan masa kecil yang tidak mungkin kita raih kembali. Untuk menyadari bahwa selama ini kita seolah berjalan disatu lorong waktu yang tak berujung dan kita tidak pernah mencoba menemukan ujung perjalanan. Kita berputar-putar pada labirin kehidupan yang asing. Kita semua bingung namun mengamini sebagai resiko modernisasi. Sementara itu bumi kita terserang kanker ganas yang membuatnya semakin hari semakin kritis sementara kita tertawa dan menari-nari ditubuhnya yang ringkih dan berbau busuk tanpa mau tahu bebannya semakin berat dan sekarat.

Ya, hanya dengan tiket empat ribu rupiah kita diajak berkontemplasi, kita diajak bercermin, kita diajak bergandengan tangan berharap ada kesadaran dan pencerahan. Ada semacam warning bahwa kita diambang kehancuran. Ada sedikit waktu untuk menyelamatkan bumi dan kehidupan. Kenapa kita tak jua mengerti? Sementara itu keramaian kebun binatang tak berbuah pelajaran melulu hura-hura dan nafsu yang coba mencari salurannya. Teriakku hanya membentur tembok dan langit-langit beton, Cuma berefek gema yang memantul ketelinga kalbuku sendiri. Aku mencoba berlari walau hanya ditempat. Tak apalah toh masih kulihat harapan pada wajah-wajah sumringah para pengunjung yang mengalir bak air bah. Dibawah sadar mereka menggapai-gapai asal kejadian, meraba-raba mencari hakikatnya. Kelak, akan ada yang menemukannya namun ada juga yang berputar-putar pada ketidak tahuan, ketidak pedulian dan kesombongannya masing-masing. Aku yakin setiap insan akan menemukan hikmah dalam setiap perjalanan lahiriah dan spiritualnya dan yang kelak akan menentukan di level mana mereka akan berdiri dan mempertanggung jawabkan arah langkahnya.

Khusukku buyar ketika hujan menghujam keras. Angin menderu-deru semua berlarian kesana kemari mencari tempat berteduh. Kilat menyala menyilaukan membentuk garis bercabang-cabang mencari tempat berlabuh, suaranya mengguntur membuat semua terdiam dalam tanya masing-masing. Kini para pengunjung diam dalam kelompok-kelompok dibawah atap. Penuh sesak namun sepi pembicaraan sementara itu langit Ragunan pekat seperti puncak malam. Untuk beberapa saat kegembiraan mereka terputus mungkin jadi semacam tenggat waktu atau sedikit ruang kosong buat semua memunguti pelajaran yang dipetik dari awal perjalanan sejak di pintu masuk kebun binatang hingga di tempat berteduh sementaranya.

Satu jam berlalu langit mulai memberikan ruang bagi cahaya dan hujan pun mohon diri memberikan kesempatan buat para pengunjung berbenah diri dan mempersilahkan putik-putik serta tunas-tunas muda tetumbuhan untuk menggeliat dan bertumbuh, menyambung kehidupan agar tak terputus di tengah jalan, agar semua bisa berjalan di rel yang seharusnya. Aku, istri dan anakku pun ikut berbenah untuk pulang, untuk melanjutkan kehidupan nyata, untuk melanjutkan missi kehidupan yang sebenar-benarnya untuk sampai di rumahMu.

Ragunan, 26 januari 2009

No comments: