WIWIN DONGENG MANAGEMENT

Wednesday, January 21, 2009

Handphone buat bapak


Sekitar pukul 7 malam bapak telepon ke hpku, beliau mengucapkan terima kasih karena kubelikan sebuah hand phone. Seharusnya ini hanyalah kejadian biasa dan sepatutnya apabila seorang anak berbakti kepada orang tua apalagi hanya untuk sebuah hp yang tidak seberapa nilainya, namun ada sesuatu yang membuat kerongkonganku terasa tersekat lantaran kurasa ada keharuan dalam suara bapak. Suara ketulusan yang momennya sangat langka, suara dari masa lampau, suara dari masa kanak-kanak yang telah lama aku lupakan.

Sejak meninggalkan kota kelahiranku pada tahun 1990, aku memang sama sekali tidak pernah berkomunikasi dengan bapak. Ada semacam penolakan-penolakan dalam diriku terhadap kehadiran bapak, sebuah judgment tidak mendasar yang aku manage dan yakini bahwa segala hal yang terjadi dengan keluargaku dimasa lampau adalah kesalahan dari bapak. Aku memandang bahwa bapak adalah sosok lemah yang jauh dari figure seorang bapak. Bapak sama sekali tidak pernah membuatku merasa bangga memiliki bapak seperti beliau. Dari waktu ke waktu aku selalu melihat kelemahan dan kecengengan dari sosoknya. Beliau selalu menangis diketiak mbah uti (ibu dari bapak) apabila terlilit sebuah masalah. Hidupnya selalu tergantung dari orang tua. Anak mama, orang menyebutnya. Bahkan yang selalu aku sesalkan adalah penyebab meninggalnya ibu aku yakini karena bapak walau secara tidak langsung. Bapak adalah seorang perokok berat. Beliau selalu merokok dimanapun ia berada. Selama bertahun-tahun ibu selalu menghisap asap rokok yang dihembuskan bapak. Ya, ibuku adalah perokok pasif karena selalu menghisap limbah rokok. Hingga pada suatu hari di tahun 1985 ibu terserang kanker paru-paru. Jiwanya tidak tertolong dan meninggal dunia meninggalkan anak-anaknya yang masih butuh bimbingan dan biaya dari ibu. Selanjutnya bisa diterka, kami 5 bersaudara hidup masing-masing alias survive untuk menghidupi diri sendiri. Waktu demi waktu aku jalani dengan tertatih-tatih. Hingga pada tahun 1990 aku berhasil menamatkan kuliah di Universitas Brawijaya. Untuk melupakan semua permasalahan hidup aku meninggalkan saudara-saudaraku, teman-temanku dan kota Malang menuju Jakarta. Berharap menemukan pencerahan.

Bertahun-tahun hidup diperantauan aku merombak segala hal tentang diriku, mulai dari kebiasaan-kebiasaan lama sampai dengan karakterku yang cenderung introvert. Kini aku benar-benar menjadi sosok yang lain sama sekali. Setapak demi setapak aku mulai menemukan jati diri dan tujuan dari eksistensiku. Pada suatu pagi aku terbangun dan terkejut mendapati betapa bodohnya aku selama ini. Segala hal yang diberikan Tuhan terhadap diriku ternyata bukan tanpa sebab dan tujuan. Hal-hal yang aku rasakan sebagai beban dan penyalahan terhadap orang lain termasuk terhadap bapak ternyata keliru sama sekali. Betapa Tuhan ternyata sangat menyayangi aku. Masa lalu kini kurasa indah dan berwarna-warni, tahapan demi tahapannya ternyata adalah hikmah. Berkat karakter apa adanya Bapak kini aku justru menjadi pribadi yang kokoh. Aku menjadi banyak belajar dari kehidupan dan liku-likunya. Aku menjadi insan yang selalu berproses bahkan hingga kelak aku pulang.

Malam ini aku bersujud, berdoa agar bapak selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan disisa usianya. Maafkan aku bapak, maafkan aku yang selama ini berprasangka buruk terhadapmu.

No comments: