WIWIN DONGENG MANAGEMENT

Thursday, January 22, 2009

PING & PONG


Sebulan yang lalu putriku Anabel ingin memelihara binatang peliharaan. Ada beberapa pilihan binatang yang ingin dia miliki, antara lain kucing, anjing, kingkong dan kelinci. Memelihara kucing di rumah tampaknya mustahil karena istriku takut terhadap binatang yang menurutku paling manis sedunia. Kenapa aku katakan paling manis karena semenjak kecil aku telah memelihara kucing di rumah kakek di Malang. Tidak Cuma 2 atau 3 ekor yang kami pelihara tapi sampai mencapai 20 ekor jumlahnya. Jadi tentang binatang yang satu ini aku sudah hapal luar kepala karakternya. Aku dengan mudah akan tahu apabila seekor kucing sedang merasa senang, sedih, kesakitan atau bahkan ketika si kucing sedang horny di musim kawin. Kalau aku ceritakan satu per satu kucing peliharaan masa kecilku mungkin akan jadi satu buku sendiri. Mungkin next time aku bahas tersendiri tentang kucing. Pilihan ke dua adalah binatang anjing. Ini pun tampaknya tidak mungkin aku pelihara karena saat ini rumahku berada dipemukiman padat penduduk di daerah Condet. Di sini komunitas terbesar penduduknya adalah warga Betawi yang nota bene banyak yang anti dengan anjing. Jadi apa artinya memelihara binatang yang satu ini kalau kita mesti was-was jangan-jangan nanti diracun oleh orang yang tidak suka dengan binatang yang konon katanya biang najis. Bahkan kata tetanggaku apabila kita memelihara anjing maka malaikat emoh singgah di rumahku. Nah!? Pilihan ketiga nampaknya lebih muskil lagi. Dari mana aku mesti mencari kingkong sedangkan untuk memelihara monyet saja aku takut dikira memelihara binatang yang seharusnya dikembalikan ke habitatnya di hutan. Tentang keinginan anakku memelihara kingkong ini ada ceritanya juga. Pada suatu hari kami menonton film kingkong di salah satu stasiun televisi swasta. Anabel tampaknya terkesima melihat adegan demi adegan bahkan dia menangis ketika sampai pada adegan yang mengharukan dimana sang kingkong terjatuh dari gedung yang tinggi karena dihujani tembakan oleh beberapa pesawat tempur. Kingkong mati dan Anabel putriku yang baru berusia 5 tahun kemudian mempertanyakan kenapa kingkong harus mati, kenapa orang berbuat jahat kepada kingkong dan banyak pertanyaan lain yang intinya memprotes kenapa kita semua menyia-nyiakan binatang yang seharusnya kita sayangi bersama. Akhirnya aku belikan saja ‘dvd’nya dan dia menonton kingkong di computer kerjaku setiap hari tanpa pernah bosan. Aku harus mengalah dengan bekerja di malam hari. Seminggu kemudian Anabel seolah tersadar dari mimpi dan kembali menanyakan tentang binatang peliharaan. Pilihannya kini adalah seekor kelinci. Setiap hari dia merengek, baik itu ke aku maupun ke istriku untuk segera dibelikan kelinci. Apa boleh buat demi anak kesayangan akhirnya aku dan istriku berangkat ke pasar hewan Jatinegara untuk membeli sepasang kelinci. Kenapa harus sepasang? ya, karena pertimbangan kasihan saja kalau cuma ada satu ekor, dia pasti akan kesepian. Tentang kelinci pun kami punya sejarah. Pada tahun pertama perkawinan, kami pernah mendapat hadiah sepasang kelinci dari teman istriku yang bernama Dessy. Kami beri nama kelinci tersebut Pi dan Po. Kami pelihara mereka dengan kasih sayang sampai akhirnya kami harus meninggalkan mereka yang sudah tumbuh menjadi kelinci besar dan gemuk. Berhubung pindah rumah maka kedua kelinci tersebut diberikan kepada tukang sayur langganan kami. Aku tidak tahu apakah kelinci-kelinci tersebut dipelihara atau langsung dipotong dibuat sate kelinci. Wallahualam. Begitulah kisah sedih kami berpisah dengan Pi dan Po.

Betapa gembiranya Anabel pada suatu pagi di hari minggu ketika kami memberinya kejutan dua ekor kelinci. Seharian dia pandangi terus si kelinci, diajaknya ngomong dan diberikannya makanan selada dan wortel. Bahkan dia tidak memperbolehkan kami menaruh kelinci di teras depan. Mau nggak mau terpaksa kelinci-kelinci tersebut kami pelihara di dalam rumah. Sehari dua hari sih oke-oke saja tetapi lama kelamaan aku agak jengah juga. Kotoran dan kencing kelinci-kelinci ada dimana-mana, disemua sudut rumah bahkan di atas sofa. Rumah jadi bau seperti kandang. Bahkan beberapa hari terakhir kelinci sudah bisa naik ke lantai dua. Sang kelinci dengan tanpa rasa bersalah naik ke atas perutku yang sedang tiduran sambil menonton tv dan kencing di bajuku. Tepat satu bulan aku berhasil membujuk Anabel untuk memindahkan kelinci ke dalam sebuah kandang di teras. Kandang yang kami maksud adalah sebuah kandang yang kubuat dari kawat kassa dan pipa pvc berukuran 1 meter kali 2 meter. Kini giliran istriku yang tidak tega dengan alasan bisa dimangsa kucing atau tikus got yang besar-besar badannya. Akhirnya disepakati siang hari ditaruh di teras depan dan malam hari kandang ditarik ke ruang tamu. Problem solve. O iya, kelinci kami yang satu berwarna putih hitam berasal dari ras local karena bulunya pendek-pendek dan yang satu lagi berwarna coklat tua berbulu panjang, mungkin dari ras angora. Maaf kalau salah mengidentifikasi mereka karena aku bukan expert dibidang perkelincian.

Begitulah pengalaman kami memelihara sepasang kelinci, ada hal-hal positif dari memelihara kelinci yaitu aku jadi punya kesibukan baru mengepel dan membersihkan kandang agar tetap bersih dan nyaman sebagai tempat tinggal mereka. Aku tidak bengong lagi setelah seharian suntuk di depan computer. Kisah ini belum selesai, mereka berdua tumbuh dengan pesat, makan mereka rakus sekali, tubuhnya gemuk dan kami semakin sayang kepada Ping dan Pong. Katakan, “we love rabbits, we love animals, we love peace …”

No comments: