WIWIN DONGENG MANAGEMENT

Tuesday, September 16, 2008

Zakat berujung petaka


Hari ini aku berduka sangat dalam, tetes air mata tak jua bisa menghalau kekecewaan yang kurasa. 21 nyawa melayang demi uang Rp 30.000,- di Pasuruan, demi rejeki yang tidak setiap hari bisa mereka terima. Rp 30.000,- adalah jumlah yang besar bagi mereka, jumlah yang bisa menyambung harapan buat perut, paling tidak untuk hari itu. Para orang tua bergelimpangan tak berdaya, terinjak-injak dan kehabisan napas. Satu per satu meregang nyawa sebelum memperoleh Rp 30.000,- Semuanya sudah terjadi dan menyisakan duka mendalam bagi para keluarga yang ditinggalkan. Bagi yang berzakat, berharap dapat pahala malah berujung sebagai pesakitan (tersangka).

Bulan Ramadhan, bulan yang seharusnya penuh hikmah dan pahala adalah saat yang tepat bagi kita semua untuk merenung tentang hidup, tentang sikap yang selama ini kita pilih dan jalani. Adakah semua mendatangkan keuntungan dan kebahagiaan bagi orang lain ataukan melulu hanya buat diri sendiri. Apabila sebagai umat kita mau mencoba berbuat baik, paling tidak bagi tetangga atau orang-orang disekitar kita yang tidak mampu, yang terlihat oleh kita sehari-hari, tentu tidak lagi kita dengar dan kita lihat korban mati sia-sia demi mendapatkan uang receh. Zakat fitrah hanyalah momen dimana kita diingatkan oleh Allah SWT bahwa disekitar kita banyak orang yang patut kita bantu dan lindungi. Setelah itu adalah waktu panjang dimana kita tanpa dingatkan olehNya diberikan kesempatan untuk memutuskan sendiri tentang kebersamaan, tentang saling kasih antar sesama, tentang berbagi rejeki dan kebahagiaan.

Bagi pemerintah sudah saatnya untuk merombak system yang ada menjadi program pembangunan yang berfokus pada grass root. Pemberdayaan potensi masyarakat kita yang banyak adalah kekuatan besar. Apapun dalih pemerintah tentang masyarakat miskin namun kenyataan gamblang di depan mata. Masyarakat sekarang lebih cerdas tidak bisa lagi dikelabui dengan data-data dan angka-angka. Sudah saatnya kita terbuka dan transparan demi sebuah cita-cita luhur “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Selamat jalan para ibu-ibu, kalian meninggal demi sebuah perjuangan, demi sebuah harapan, demi hidup yang lebih baik. Kalian tidak mati sia-sia. Doaku menyertai kalian …

No comments: