WIWIN DONGENG MANAGEMENT

Saturday, September 06, 2008

Negara Dalam Negara

Beberapa hari telah kita lalui dibulan puasa, saya berharap tercipta suasana tenang dan tenteram akan bisa kita jalani. Setiap umat bisa mengontrol diri dan mulai mengedepankan hati dan bukan emosi atau kepentingan tertentu. Saya berharap kita bisa menyerap sari pati hikmah berpuasa dengan saling toleran, saling kasih diantara komponen bangsa dan saling berlomba-lomba melakukan kebaikan. Namun apa yang terjadi, kesucian bulan ramadhan dikotori oleh segelintir orang yang kembali memaksakan kehendaknya. Gubernur Sumatera selatan mengeluarkan Perda tentang pelarangan ajaran Ahmadiyah. Ditengah situasi yang seharusnya cooling down, berita ini mau tidak mau membawa berita yang tidak mengenakkan. Kembali benih-benih perpecahan mengemuka dan ini bisa fatal apabila tidak segera mendapat respons yang benar dan tegas dari pemerintah pusat.

Seharusnya semua pihak harus lebih bijak dalam melakukan segala hal, apalagi yang ada hubungannya dengan hajat hidup orang banyak. Kita ini tinggal di Indonesia, sebuah Negara berdaulat yang memiliki konstitusi yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata oleh para founding father dan semua komponen anak bangsa bahwa kita telah menyepakati bahwa Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 adalah dasar dari segala kebijakan yang telah atau akan diterbitkan kemudian. Para pengambil keputusan atau seluruh komponen bangsa harus kembali dan harus selalu kita ingatkan tentang isi kandungan Sumpah Pemuda. Tidak seorangpun dibiarkan mengambil keputusan atau mengeluarkan perundangan atau peraturan sejenis dibawahnya yang bertentangan dengan konstitusi. Itu melanggar hukum dan batal dengan sendirinya.

Namun kejadian demi kejadian yang melanggar hukum dan berpotensi memecah belah bangsa terjadi begitu saja dan tidak ada tindakan tegas dan segera dari pemerintah pusat. Akibatnya tindakan main hakim sendiri terjadi dimana-mana dan seolah-olah sebagai tuntutan mayoritas masyarakat Indonesia. Seperti ada Negara di dalam Negara. Para pembuat keputusan seperti semau gue dalam mengambil kebijakan demi kepentingan dan popularitasnya. Ini warning yang sangat keras bagi keberlangsungan Republik Indonesia yang kita cintai. Saya ngeri membayangkan negeri kita tercabik-cabik dan terpecah-pecah menjadi beberapa Negara kecil. Entah siapa diuntungkan dengan situasi seperti ini.

Wahai Silent majority sudah saatnya kalian angkat suara, negeri ini diambang kehancuran dihari jadinya yang ke 63. Tak perlu lagi ada pertimbangan popularitas atau apapun. Ini kewajiban yang tidak bisa kita tawar-tawar lagi. Anasir asing terasa kental bermain disini. Walaupun kita dalam kondisi terpuruk kita harus tetap tegar. Mari kita tunjukkan pada dunia bahwa kita tetap solid dan selalu setia menjaga wilayah dan kedaulatan NKRI sampai titik darah penghabisan.

Siang ini sejenak aku tundukkan kepala dan memohon kepada Tuhan agar diberikan satu kesempatan lagi buat kita bangsa Indonesia berbenah diri dan menjadi diri sendiri. Buat para pejuang yang selalu konsisten memperjuangkan amanat Pancasila dan UUD ’45 agar selalu diberikan kekuatan dan ketabahan karena perjuangan masih panjang. Merdeka !!!

(Sabtu pagi di Utan Kayu)

No comments: